I.
Judul
Praktikum dan Tanggal Praktikum
a.
Judul Praktikum : Respirasi Serangga
b.
Tanggal Praktikum : 04 Februari 2013
II.
Tujuan
Pengamatan
Tujuan praktikum ini adalah untuk
menghitung jumlah oksigen yang digunakan oleh hewan (serangga) dalam waktu tertentu
seta mengetahui faktor
banyak sedikitnya oksigen yang diperlukan oleh hewan (serangga) pada saat
bernapas per satuan waktu.
III.
Dasar
Teori
Bernafas merupakan salah
satu ciri dan aktivitas makhluk hidup. Istilah pernafasan sering di sama
artikan dengan istilah respirasi, walau sebenarnya kedua
istilah tersebut secara harfiah berbeda. Pernafasan (breathing) berarti
menghirup dan menghembuskan nafas. Bernafas berarti memasukkan udara dari
lingkungan luar ke dalam tubuh dan mengeluarkan udara sisa dari dalam tubuh ke
lingkungan luar. Sedangkan respirasi (respiration)
berarti suatu proses pembakaran (oksidasi) senyawa organik (bahan makanan) di
dalam sel guna memperoleh energi.
Respirasi bertujuan
untuk menghasilkan energi. Energi hasil respirasi tersebut sangat diperlukan untuk
aktivitas hidup, seperti mengatur suhu tubuh, pergerakan, pertumbuhan dan
reproduksi. Jadi kegiatan pernafasan dan respirasi tersebut saling berhubungan
karena pada proses pernafasan dimasukkan udara dari luar (oksigen) dan oksigen
tersebut digunakan untuk proses respirasi guna memperoleh energi dan
selanjutnya sisa respirasi berupa gas karbon dioksida (CO2) dikeluarkan
melalui proses pernafasan.
Karena hewan-hewan
tingkat rendah dan tumbuhan tidak memiliki alat pernafasan khusus sehingga
oksigen dapat langsung masuk dengan cara difusi, maka sering kali istilah
pernafasan disamakan dengan istilah respirasi. Dengan demikian perbedaan kedua
istilah itu tidak mutlak.
Alat pernafasan hewan
pada dasarnya berupa alat pemasukan dan alat pengangkutan udara. Apabila alat
pemasukan ke dalam tubuh tidak ada, maka pemasukan oksigen dilakukan dengan
cara difusi, misalnya pada protozoa. Pada cacing tanah, oksigen masuk secara
difusi melalui permukaan tubuh, kemudian masuk ke pembuluh darah. Di dalam
darah, oksigen di ikat oleh pigmen-pigmen darah, yaitu hemoglobin yang larut
dalam plasma darah. Pada hewan lain, hemoglobin terkandung di dalam sel darah
merah (eritrosit).
Laju metabolisme adalah
jumlah total energi yang diproduksi oleh tubuh per satuan waktu. Laju
metabolisme berkaitan erat dengan respirasi karena respirasi merupakan proses
ekstrasi energi dari molekul makanan yang bergantung pada adanya oksigen.
Secara sederhana, reaksi kimia yang terjadi dalam respirasi dapat dituliskan
sebagai berikut:
C6H12O6 +
6O2 → 6 CO2 + 6H2O + ATP
Laju respirasi dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a)
Ketersediaan substrat
Tersedianya substrat
pada tanaman merupakan hal yang penting dalam melakukan respirasi. Tumbuhan
dengan kandungan substrat yang rendah akan melakukan respirasi dengan laju yang
rendah pula. Demikian sebliknya bila substrat yang tersedia cukup banyak maka laju
respirasi akan meningkat.Ketersediaan Oksigen. Ketersediaan oksigen akan
mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi
masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama.
Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju
respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berrespirasi
jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara.
b)
Suhu.
Pengaruh faktor suhu
bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10, dimana umumnya
laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC,
namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies.Tipe dan umur tumbuhan.
Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolsme, dengan demikian
kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies.
Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan
yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan.
Serangga mempunyai alat
pernapasan khusus berupa system trachea yang berfungsi untuk mengangkut dan
mengedarkan O2 ke seluruh tubuh serta mengangkut dan mengeluarkan CO2
dari tubuh. Trachea memanjang dan bercabang-cabang menjadi saluran hawa halus
yang masuk ke seluruh jaringan tubuh oleh karena itu, pengangkutan O2
dan CO2 dalam system ini tidak membutuhkan bantuan sitem
transportasi atau darah.
Udara masuk dan keluar
melalui stigma, yaitu lubang kecil yang terdapat di kanan-kiri tubuhnya.
Selanjutnya dari stigama, udara masuk ke pembuluh trachea yang memanjang dan
sebagian ke kantung hawa.
Pada serangga bertubuh
besar terjadinya pengeluaran gas sisa pernafasan terjadi karena adanya pengaruh
kontraksi otot-otot tubuh yang bergerak secara teratur.
Corong hawa (trakea) adalah
alat pernapasan yang dimiliki oleh serangga dan arthropoda lainnya. Pembuluh
trakea bermuara pada lubang kecil yang ada di kerangka luar (eksoskeleton) yang
disebut spirakel. Spirakel berbentuk pembuluh silindris yang berlapis zat
kitin, dan terletak berpasangan pada setiap segmen tubuh. Spirakel mempunyai
katup yang dikontrol oleh otot sehingga membuka dan menutupnya spirakel terjadi
secara teratur. Pada umumnya spirakel terbuka selama serangga terbang, dan
tertutup saat serangga beristirahat.
Oksigen dari luar masuk
lewat spirakel. Kemudian udara dari spirakel menuju pembuluh-pembuluh trakea
dan selanjutnya pembuluh trakea bercabang lagi menjadi cabang halus yang
disebut trakeolus sehingga dapat mencapai seluruh jaringan dan alat tubuh
bagian dalam. Trakeolus tidak berlapis kitin, berisi cairan, dan dibentuk oleh
sel yang disebut trakeoblas. Pertukaran gas terjadi antara trakeolus dengan
sel-sel tubuh. Trakeolus ini mempunyai fungsi yang sama dengan kapiler pada
sistem pengangkutan (transportasi) pada vertebrata.
Sistem pernafasan pada
serangga mengenal dua sistem, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup.
Digunakan alat/organ yang disebut spirakulum (spiracle), juga tabung-tabung
trakhea dan trakheola. Tekanan total dari udara sebenarnya merupakan jumlah
tekanan gas N2, O2, CO2 dan gas-gas lain. O2
sendiri masuk ke dalam jaringan dengan satu proses tunggal yaitu adanya tekanan
udara dalam jaringan. Tekanan O2 dengan demikian harus lebih besar
daripada tekanan udara dalam jaringan, sebaliknya tekanan CO2 dalam
jaringan harus lebih besar dibanding yang ada di udara.
IV.
Alat dan Bahan
1.
Respirometer sederhana
2.
Neraca
3.
Jangkrik
4.
Belalang
5.
Kristal NaOH (KOH)
6.
Larutan eosin
7.
Plastisin/vaselin
8.
Kapas
9.
Pipet tetes/ jarum suntik
10. Stopwatch/
pengukur waktu
V.
Langkah
Kerja
1)
Timbanglah serangga yang akan dipakai untuk praktikum
2)
Bungkuslah Kristal NaOH/KOH dengan kapas, lalu
masukkan dalam tabung respirometer.
3)
Masukkan jangkrik atau belalang yang telah ditimbang
beratnya ke dalam botol respirometer, kemudian tutup dengan pipa berskala.
4)
Oleskan vaselin/plastisin pada celah penutup tabung.
5)
Tutup ujung pipa berskala dengan jari kurang lebih
satu menit, kemudian lepaskan dan masukkan setetes eosin dengan menggunakan
pipet /syiring.
6)
Amati dan catat perubahan kedudukan eosin pada pipa berskala
setiap 2 menit selama 10 menit.
7)
Lakukan percobaan yang
sama (langkah 1 sampai dengan 6) menggunakan jangkrik atau belalang lain dengan
ukuran yang berbeda.
VI.
Hasil
No.
|
Sampel hewan
|
Berat sampel (g)
|
Waktu (per 2 menit)
|
O2 yang diperlukan untuk respirasi
|
1
|
Belalang
|
0,5 gram
|
2 menit (1)
|
0,01
|
2 menit (2)
|
0,01
|
|||
2 menit (3)
|
0,01
|
|||
2 menit (4)
|
0,05
|
|||
2 menit (5)
|
0,05
|
|||
2
|
Jangkrik
|
0,4 gram
|
2 menit (1)
|
0,16
|
2 menit (2)
|
0,26
|
|||
2 menit (3)
|
0,23
|
|||
2 menit (4)
|
0,12
|
|||
2 menit (5)
|
-
|
VII.
Pembahasan
Dalam percobaan ini, khususnya pada percobaan yang
menggunakan respirometer, digunakan larutan KOH. Fungsi dari larutan ini adalah
untuk mengikat CO2, sehingga pergerakan dari larutan eosin
benar-benar hanya disebabkan oleh konsumsi oksigen. Adapun reaksi yang terjadi
antara KOH dengan CO2 adalah sebagai berikut:
KOH + CO2 → K2CO3 + H2O
Setelah itu serangga dimasukkan ke dalam tabung dan
tabung ditutup dengan bagian yang berskala rapat-rapat. Untuk mengetahui penyusutan
udara dalam
tabung, pada ujung terbuka pipa berskala diberi setetes larutan eosin. Larutan
eosin ini akan bergerak ke arah tabung spesimen karena terjadinya penyusutan
volum udara dalam ruang tertutup (tabung spesimen) sebagai akibat pernapasan,
yaitu O2 diserap sedangkan CO2 dihembuskan tetapi lalu
diserap oleh KOH. Kecepatan larutan eosin itu bergerak ke dalam menunjukkan kecepatan pernapasan organisme
(serangga) yang diselidiki.
Perhitungan dilakukan untuk memperoleh angka kecepatan
respirasi organisme tertentu dalam ml tiap satuan waktu. Data yang diambil adalah lama
pernapasan. Dalam percobaan ini diambil tiap 2 menit sekali dan jarak yang ditempuh oleh larutan
eosin bergerak. Pada hitungan kenaikan interval kedua, dicari dengan interval 2
dikurangi interval 1 dan begitu seterusnya untuk mencari kenaikan nilai
interval berikutnya.
Keberhasilan percobaan atau eksperimen ini tergantung
pada bocor tidaknya alat. Pada percobaan ini, hubungan antara tabung dan bagian
berskala ditutup rapat menggunakan plastisin. Tujuan pemberian plastisin atau
vaselin yaitu agar hubungan antara tabung dan bagian bersekala licin serta
udara tidak dapat keluar masuk.
Pada percobaan ini, perubahan suhu udara (bila menjadi
panas) menyebabkan titik air yang sudah bergerak ke arah tabung dapat bergerak
kembali ke arah luar. Oleh karena itu percobaan ini diadakan dalam waktu perubahan
suhu tidak
besar. Sebaliknya bila suhu menurun, tetes air cepat bergerak ke arah tabung
spesimen.
Sebelum disimpan, spesimen hewan dikembalikan ke tempatnya dan
KOH yang biasanya meleleh segera dikeluarkan dan tabung dicuci bersih. Jika
kurang bersih dan tabung tertutup, maka akan terjadi respirometer tak dapat
dibuka lagi, karena merekat oleh KOH.
Faktor- faktor yang mempengaruhi laju
respirasi:
1.) Jenis
kelamin
Belalang atau jangkrik
betina dan belalang jantan memiliki kecepatan respirasi yang berbeda.
2.) Ketinggian
Ketinggian mempengaruhi pernapasan. Makin tinggi
daratan, makin rendah O2, sehingga makin sedikit O2 yang
dapat dihirup belalang. Sebagai akibatnya belalang pada daerah ketinggian
memiliki laju pernapasan yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang
meningkat.
3.) Ketersediaan
Oksigen.
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi,
namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan
berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan
oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi karena jumlah oksigen
yang dibutuhkan tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang
tersedia di udara.
4.)
Suhu.
Serangga
mempunyai alat pernapasan khusus berupa system trachea yang berfungsi untuk
mengangkut dan mengedarkan O2 ke seluruh tubuh serta
mengangkut dan mengeluarkan CO2 dari tubuh. Trachea memanjang dan
bercabang-cabang menjadi saluran hawa halus yang masuk ke seluruh jaringan
tubuh oleh karena itu, pengangkutan O2 dan CO2 dalam
system ini tidak membutuhkan bantuan sitem transportasi atau darah. Udara masuk
dan keluar melalui stigma, yaitu lubang kecil yang terdapat di kanan-kiri
tubuhnya. Selanjutnya dari stigama, udara masuk ke pembuluh trachea yang
memanjang dan sebagian ke kantung hawa. Pada serangga bertubuh besar terjadinya
pengeluaran gas sisa pernafasan terjadi karena adanya pengaruh kontraksi
otot-otot tubuh yang bergerak secara terat
5.) Berat
Tubuh
Hubungan antara berat dengan penggunaan oksigen
berbanding lurus. Karena setiap makhluk hidup membutuhkan O2 (Oksigen) dalam jumlah yang besar. Semakin berat serangga
semakin cepat pergerakan larutan eosin pada pipa berskala, begitupun
sebaliknya, semakin ringan serangga maka semakin lambat pergerakan larutan
eosin pada pipa berskala. Ini artinya semakin berat tubuh serangga, akan
semakin banyak membutuhkan oksigen sehingga akan semakin cepat pernafasannya. Sebaliknya,
semakin ringan tubuh serangga akan semakin lambat respirasinya. Seperti halnya
manusia apabila dia berbadan gemuk dia lebih banyak membutuhkan oksigen sehingga
akan bernafas cepat.
Pada hasil praktikum di atas, jelas
sekali bahwa ukuran tubuh belalang atau jangkrik
mempengaruhi laju pernapasan. Semakin besar ukuran dan berat tubuh
maka semakin cepat pernapasannya. Walaupun diatas ada sedikit kegagalan
yaitu pernapasan pada belalang yang ukurannya lebih besar dan lebih berat
daripada jangkrik, memberikan hasil yang tidak sebagaimana mestinya.
Karena pada belalang yang berukuran lebih besar daripada jangkrik melakukan
aktifitas yang berkemungkinan banyak melakukan pergerakkan,sehingga
membutuhkan banyak pernafasan dan oksigen. Ternyata aktifitas
yang banyak bergerak dari serangga juga memengaruhi laju pernapasan.
Akan tetapi, hasil praktikum menunjukkan bahwa belalang yang berukuran lebih
besar pernafasannya lebih lambat daripada jangkrik. Seharusnya semakin berat/
besar ukuran serangga, oksigen yang
butuhkan akan semakin banyak karena untuk melakukan aktifitas yang banyak
bergerak sehingga laju respirasinya akan lebih cepat.
Pada
pembahasan tersebut dapat diketahui bahwa data hasil praktikum yang telah kami
buat belum sepenuhnya akurat. Kesalahan atau kegagalan percobaan dapat
disebabkan karena :
ü Alat
praktikum tidak berfungsi secara maksimal/ rusak.
ü Adanya
air dalam respirometer yang menghambat laju respirasi
ü Serangga
yang digunakan sudah tidak bugar/ sehat atau serangga diambil sehari sebelum
praktikum
VIII.
Kesimpulan
Pada proses respirasi
menghasilkan karbondioksida (CO2), uap air (H2O) dan
sejumlah energi. Secara sederhana, reaksi kimia yang terjadi
dalam respirasi dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 +
6O2 → 6 CO2 + 6H2O + ATP
Bedasarkan hasil
pengamatan dan pembahasan dapat di tarik kesimpulan bahwa KOH dapat membantu
mempercepat proses pernapasan pada belalang dan jangkrik. Belalang memerlukan
lebih banyak oksigen dalam pernapasan, daripada jangkrik. Hal ini dikarenakan
ukuran tubuh belalang yang lebih besar daripada jangkrik sehingga aktifitas
pergerakan yang dilakukan akan semakin banyak. Ini menyebabkan belalang
membutuhkan oksigen lebih banyak daripada jangkrik sehingga saat di ukur dengan
respirometer gerakan larutan eosin akan lebih cepat daripada jangkrik (laju
respirasi lebih cepat). Ini menandakan berat atau ukuran serta aktivitas serangga
merupakan faktor yang mempengaruhi dalam proses respirasi.
Dari pernyataan tersebut
dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi adalah berat
tubuh, kegiatan tubuh dan suhu tubuh dari serangga.
Terdapat hubungan antara
berat (ukuran/besar) serangga dengan kecepatan pernafasannya, semakin berat
(besar) tubuh belalang maka semakin banyak oksigen yang di butuhkan sehingga
semakin cepat pernapasannya. Sebaliknya, semakin ringan berat serangga
(ukurannya kecil) maka makin sedikit pula oksigen yang ia butuhkan sehingga
semakin lambat pernapasannya. Begitu pula dengan aktifitas belalang tersebut,
juga mempengaruhi kebutuhan oksigen.
.
IX.
Daftar
Pustaka
Ø Aryulina, Diah., Choirul Muslim dan Syalfinaf Manaf.2010.Biology 2B for Senior High School Grade XI
Semester 2.Jakarta:Esis.
Ø Syamsuri, Istamar.,dkk.2007.Biologi
untuk SMA Kelas XI Semester 2. Jakarta: Erlangga.
Ø Reza Fredo Simarmata. Praktikum
Respirasi Serangga. (Online). (http://biologipedia.blogspot.com/2012/03/praktikum-respirasi-serangga.html/, diakses pada hari Kamis, 07 Februari 2013, pukul 14.45).
Kebumen,
11 Februari 2013
Praktikan,
Maya Afifah
0 komentar:
Posting Komentar